Mengenang Anregurutta Kh.aburrahman ambo dalle

Ulama Bugis karismatik dari Sulawesi Selatan. Lahir pada 1900 di Ujunge, Sengkang, Wajo. Orang tuanya memberinya nama dalam bahasa Bugis, Ambo Dalle, yang berarti “sumber rezeki”.Ambo Dalle sejak kecil dididik oleh ibunya dalam pendidikan Al-Qur’an. 

Pagi hari masuk Volkschool, sorenya mengaji. Belajar ilmu-ilmu dasar Al-Qur’an, gramatika, dan leksikografi bahasa Arab (nahwu dan sharaf) pada seorang ulama, yaitu Haji Muhammad Ishak. Menghafal Al-Qur'an dan belajar bahasa Belanda pada usia tujuh tahun di HIS.Ambo Dalle melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah guru yang dikelola oleh Sarekat Islam di Makassar. Kemudian ia kembali ke Sengkang ketika sejumlah ulama dari pengajian al-Haramain datang ke Tanah Wajo membuka pengajian agama pasca-penyerbuan Wahabi ke Mekah dan Madinah, yaitu Syaikh Mahmud aI-Jawad al-Madani, Syaikh Hasan aI-Yamani, dan Sayyid Abdullah Dahlan.Ulama Iokal Wajo juga memberikan pengajian di sana, seperti Haji Syamsuddin, Haji Ambo Omme’, dan Sayid Alwi al-Ahdal. 




Wajo dipilih karena pernah menjadi pusat penyebaran Islam di Bugis pada abad ke-17, dan tempat makam Syaikh Jamaluddin al-Akbar al-Hasani, kakek Maulana MaIik Ibrahim, penganjur pertama Islam di Jawa.Generasi pertama pengajian Sengkang yang dirintis oleh Raja 
Wajo telah memengaruhi perkembangan pesantren di Sulawesi Selatan pada tahun-tahun selanjutnya. Para ulama dari Mekah dan Madinah pun membentuk karakter Islam ahlussunah wal jama'ah di Bugis-Makassar. Mereka adalah bagian dari jaringan ulama yang berhubungan dengan para pendiri NU, seperti KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbullah.Kehadiran Syaikh Mahmud al-Jawad, Syaikh Hasan al-Yamani, dan Sayyid Abdullah Dahlan pada awal 1930-an di Nusantara juga membentuk strategi kebudayaan baru di kalangan pesantren pasca-penaklukan Mekah dan Madinah oleh Wahabi (1925).Mereka membangun jaringan keulamaan baru melalui semacam pengajian “diaspora al-Haramain” dengan basis pesantren, surau, dayah-meunasah, dan madrasah. PeIembagaan jaringan ini kemudian diorganisasi melalui pembentukan Nahdlatul Ulama (NU). Ketika bertemu dengan Raja Bone Andi Mappanyukki dalam sebuah musyawarah ulama se-Sulawesi, mereka membentuk NU pertama di Bone pada 1933.Perkembangan itu berpengaruh besar pada diri Ambo Dalle sewaktu ia menjadi santri di Sengkang.Setelah ketiga ulama al-Haramain tersebut mengembara ke beberapa tempat di Nusantara, ia bertemu dengan salah seorang murid pengajian al-Haramain, yaitu Anregurrutta H. Muhammad As’ad, pendiri Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI), yang kemudian dikenal sebagai Pesantren As'adiyah di Sengkang pada 1930. Ia pun kemudian menjadi asisten 

Anregurutta Sade (panggilan akrab yang diberikan oleh masyarakat Wajo kepada H. Muhammad As'ad).Dari pertemuannya dengan ketiga ulama al-Haramain dan posisinya sebagai santri. 

Ambo Dalle kemudian menjadi soko guru dari jaringan ulama Iapis kedua pasca-Pengajian Sengkang. Ia dianggap sebagai mata rantai penghubung tradisi keulamaan Mekah-Madinah dengan tradisi keulamaan Bugis-Makassar.Ia bersama Anregurutta Sade Iaksana mata air kedua setelah mata air pertama di al-Haramain. Mereka berdua adalah penghubung tradisi keilmuan, sanad, silsilah, dan garis genealogis Islam Aswaja di antara al-Haramain dan ulama generasi berikutnya di Sulawesi Selatan. Mereka juga menjadi peletak dasar tradisi keulamaan baru Bugis-Makassar.Hal tersebut berbeda dengan ulama-ulama sebelumnya yang juga punya garis keilmuan dengan al-Haramain, misalnya Syaikh Wahab Rappang (murid Syaikh Arsyad al-Banjari) atau Imam Lapeo (ulama karismatik asal Mandar), namun tidak menjadi mata rantai penghubung tradisi keilmuan al-Haramain dengan generasi-generasi ulama berikutnya. Apalagi ulama-ulama karismatik ini tidak mendirikan pesantren permanen yang menjadi pusat sirkuit pergerakan keilmuan al-Haramain.


Itulah sebabnya banyak santri kader-kader ulama generasi Iapis kedua dan seterusnya yang berlomba-lomba menjadi murid Anregurutta Ambo Dalle dan Anregurutta Sade.Pada 1935 Ambo Dalle menunaikan ibadah haji. Karena pembatasan yang diperlakukan rezim Wahabi, selama beberapa bulan ia hanya belajar ilmu tasawuf kepada seorang waliyullah bernama Syaikh Sanusi, yang memberinya kitab Khazinatul Asrar al-Kubra, sebuah kitab tasawuf yang hingga sekarang diajarkan di pesantren-pesantren di Sulawesi Selatan.Sepulang dari Mekah, Ambo Dalle dipercaya oleh gurunya membuka cabang MAI di Mangkoso, Barru, pada 1938, atas permintaan Raja Soppeng Riaja. Pesantren ini kemudian berkembang dan membuka sejumiah cabang di Sulawesi Selatan.Setelah indonesia merdeka, Ambo Dalle berinisiatif menggejar musyawarah alim-ulama Aswaja se-Sulawesi Selatan  pada Februari 1947 di Watan Soppeng. Musyawarah inilah yang melahirkan kesepakatan pembentukan organisasi Darud Dakwah wai Irsyad (DDI). Organisasi ini bergerak di bidang dakwah, pendidikan, dan sosiai, terutama dalam kerangka memajukan tradisi islam Aswaia. Hingga kini cabang-cabangnya sudah menyebar ke seantero indonesia Timur.

Menjelang Pemilihan Umum 1955, Anregurutta Ambo Dalle bergabung dengan Partai Syarikat Islam lndonesia (PSII). Ketika bertemu dengan KH Wahid Hasyim yang sedang merintis pembentukan Partai NU di Sulawesi Selatan , ia mengatakan bahwa dirinya akan tetap mendukung NU sebagai gerakan sosial keagamaan. Dalam konferensi ulama di Cipanas, ia hadir bersama puluhan ulama lainnya di Nusantara yang kemudian melahirkan sebutan waliyul amri adh-dharuri bisysyaukah bagi Presiden Soekarno pada 1950-an.Selama tahun 1955-1963, Ambo Dalle diculik oleh Kahar Muzakkar yang memberontak kepada Repubiik indonesia dan ingin mendirikan Negara islam. Penculikan ulama karismatik yang diharapkan bisa mewujudkan cita-cita tersebut ternyata gagal karena ajaran Wahabi oleh Kahar bertentangan dengan paham keagamaan Aswaja yang dianut sebagian besar masyarakat Bugis-Makassar.Bersamaan dengan semakin berkembangnya DDI hingga mampu mendirikan perguruan tinggi sendiri, Ambo Dalle menulis dalam bahasa Bugis dan Arab. Karya-karyanya yang berjumlah puluhan dari berbagai disiplin keiimuan dan menjadi bacaan standar di pesantren yang diasuhnya antara lain  al-Hidayah al-JaIiyah tentang aqidah dalam bahasa Bugis, Maziyyah Ahlissunnah wal Jama'ah tentang paham aswaja, ad-DurusuI Fiqhiyah tentang fiqih, Irsyadus Salik tentang nahwu (gramatika bahasa Arab), serta an-Nukhbah al-Mardhiyah tentang etika dan tasawuf.Anregurutta Ambo Dalle wafat pada 29 November 1996 dan dimakamkan di bagian depan kompleks Masjid Pesantren DDI Mangkoso.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuatkan Tali Silaturahim,Mts Maarif Gelar Buka Puasa Bersama Masyarakat

Mts Ma'arif pada kegiatan Festival Ramadhan,berhasil Raih Juara

Cegah Stunting,Puskesmas Caile Adakan Kegiatan Penyuluhan Dan Sosialisasi Bagi siswa Mts